Wednesday 1 October 2014

Makalah Laporan Hasil Studi Wisata


LAPORAN HASIL STUDI WISATA YOGYAKARTA

Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti Ujian Sekolah dan Ujian Nasional
Tahun Pelajaran 2013/2014




Disusun oleh:
Nama   : Nur Rizky Putri Yuliyana
NIS      : 1112 10322
Kelas    : 12 IPA-3

PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 KABUPATEN TANGERANG
Jalan Raya Serang Km 23,5 Tangerang
2014



KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kebesaran dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah ini berjudul Laporan Hasil Studi Wisata Yogyakarta.
Penyusunan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti ujian sekolah dan ujian nasional tahun pelajaran 2013/2014.
Pembahasan makalah ini berisi tentang sejarah, lokasi, deskripsi makna bangunan mengenai objek wisata Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar.
Dalam penyusunan makalah ini penulis mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1)   Bapak Drs. H. Eeng Suherman selaku kepala SMA Negeri 1 Kabupaten Tangerang;
2)   Bapak Drs. Elly Budhaya selaku pembimbing makalah;
3)   Bapak Iwan Suwandi, S.Pd selaku wali kelas 12 IPA-3;
4)   Bapak dan Ibu selaku kedua orang tua yang telah memberikan banyak dukungan baik moral maupun material;
5)   Teman-teman SMA Negeri 1 Kabupaten Tangerang angkatan 47, kelas 12 IPA-3, serta saudari Bilqis Qonita Oktaviana dan Eva Juliana yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini jauh dari sempurna baik materi maupun teknik penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca guna menambah wawasan tentang kebudayaan bangsa Indonesia.

Balaraja,             Januari 2014



Penulis

DAFTAR ISI


                                                                                                                                    Halaman
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
1.1     Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
1.2     Tujuan.................................................................................................................2
1.3     Pembatasan Masalah...........................................................................................2
1.4     Teknik Pengumpulan Data..................................................................................2
1.5     Sistematika Penulisan.........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................4
2.1     Objek Wisata Candi Borobudur..........................................................................4
2.1.1   Sejarah Candi Borobudur.......................................................................... 4
2.1.2   Lokasi Candi Borobudur........................................................................... 7
2.1.3   Deskripsi Bangunan Candi Borobudur......................................................7
2.2     Objek Wisata Keraton Yogyakarta.....................................................................9
2.2.1   Sejarah Keraton Yogyakarta......................................................................9
2.2.2   Lokasi Keraton Yogyakarta.......................................................................10
2.2.3   Deskripsi Bangunan Keraton Yogyakarta.................................................10
2.3     Objek Wisata Gua Jatijajar.................................................................................12
2.3.1   Sejarah Gua Jatijajar..................................................................................12
2.3.2   Lokasi Gua Jatijajar...................................................................................14
2.3.3   Deskripsi Bangunan Gua Jatijajar............................................................. 14
BAB III PENUTUP............................................................................................................... 17
3.1      Simpulan............................................................................................................17
3.2     Saran-saran..........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19


DAFTAR GAMBAR


                                                                                                                                    Halaman
1.      Candi Borobudur.............................................................................................................4
2.      Patung Candi Borobudur................................................................................................ 5
3.      Bentuk Bangunan Candi Borobudur............................................................................... 9
4.      Keraton Yogyakarta........................................................................................................ 9
5.      Koridor di Kedhaton Keraton Yogyakarta......................................................................10
6.      Gua jatijajar.....................................................................................................................12
7.      Patung Dinosaurus Gua Jatijajar.....................................................................................14
8.      Diorama Gua Jatijajar..................................................................................................... 15
9.      Objek Wisata Gua Jatijajar............................................................................................. 16




BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu diantara banyak negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan sangat indah, sehingga banyak tempat di Indonesia yang di jadikan sebagai objek wisata. Objek wisata yang terbentuk baik yang dibangun oleh para leluhur bangsa ini maupun yang terbentuk secara alami akibat tenaga geologi, mampu menarik perhatian para wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.
Selain itu, Indonesia juga dikenal dengan keanekaragaman budayanya. Salah satu  kebudayaan Indonesia yang banyak menyisakan peninggalan-peninggalan yang mengandung nilai sejarah yang dijadikan objek wisata di Indonesia yaitu, objek wisata yang berada di Yogyakarta. Yogyakarta banyak memiliki peninggalan-peninggalan yang bisa dijadikan objek wisata seperti, Candi Borobudur, Candi Prambanan, Keraton Yogyakarta, Gua Jatijajar, dan masih banyak lagi.
Tidak jarang masyarakat Indonesia memanfaatkannya sebagai sarana rekreasi untuk mengisi waktu senggang mereka pada hari libur dan sarana edukasi. Hal yang sama juga dilakukan oleh para siswa SMAN 1 Kabupaten Tangerang melalui kegiatan studi wisata Yogyakarta.
Dengan adanya objek wisata berupa peninggalan sejarah tersebut, semoga bangsa Indonesia dapat memberikan banyak keutungan, baik dari segi ekonomi maupun dari segi pendidikan. Khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mengunjungi objek wisata tersebut akan menambah pengetahuan dan wawasan yang lebih luas tentang peninggalan sejarah bangsa Indonesia. Oleh karena itu, peninggalan sejarah tersebut perlu dilestarikan agar tetap terjaga dengan baik untuk masa depan yang akan datang.
Hal itu yang mendorong penulis untuk membuat makalah ini yang berjudul Laporan Hasil Studi Wisata Yogyakarta. Selain diajukan untuk memenuhi tugas ujian sekolah.




1.2  Tujuan
Tujuan penelitian makalah ini sebagai berikut:
1)   untuk mendeskripsikan sejarah Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar;
2)   untuk mengetahui lokasi Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar; serta
3)   untuk mendeskripsikan struktur dan makna bangunan Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta dan Gua Jatijajar.


1.3  Pembatasan Masalah
Dalam melakukan penelitian penulis mengunjungi beberapa objek wisata yaitu:
1)   Pantai Parangtritis,
2)   Keraton Yogyakarta;
3)   Candi Prambanan;
4)   Jalan Malioboro;
5)   Candi Borobudur; dan
6)   Gua Jatijajar.
Pada penyusunan makalah ini, penulis akan membatasi pembahasan menjadi tiga objek wisata yaitu: Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar. Penulis akan membahas dari segi sejarah, lokasi, struktur dan makna bangunannya.


1.4  Teknik Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah:
1)   Observasi
Penulis mengunjungi dan mengamati secara langsung objek-objek wisata yang akan diteliti agar mempermudah mendapatkan data-data yang diperlukan.
2)   Interview
Penulis melakukan tanya-jawab serta mendengarkan informasi secara langsung dari narasumber mengenai objek-objek wisata.


1)   Studi Literatur
Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dari berbagai jenis buku mengenai Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar, serta melalui situs internet.


1.3  Sistematika Laporan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab, yaitu:
Bab I. Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan, pembatasan masalah, teknik pengumpulan data, dan sistematika penulisan.
Bab II. Pembahasan, berisi pembahasan mengenai objek wisata Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, dan Gua Jatijajar yang membahas tentang sejarah, lokasi, struktur dan makna bangunannya.
Bab III. Penutup, berisi simpulan dan saran-saran, serta bagian terakhir daftar pustaka.





BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Objek Wisata Candi Borobudur
Gambar 1 Candi Borobudur


 
Candi Borobudur merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia yang sampai saat ini menjadi pusat perhatian masyarakat dunia baik dari segi kepariwisataan, arkeologi, dan pengetahuan.   Berikut pembahasan tentang sejarah, lokasi, dan deskripsi bangunan Candi Borobudur.
2.1.1   Sejarah Candi Borobudur
Borobudur merupakan sebuah candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Madhori dalam buku Candi Borobudur Sepanjang Masa, yang menyatakan bahwa: “Candi Borobudur  terletak di desa Borobudur, kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang, propinsi Jawa Tengah.”
( Madhori, 2013 : 12 )
Banyak teori yang menjelaskan asal usul nama Candi Borobudur. Salah satunya menyatakan bahwa asal usul nama ini kemungkinan berasal dari kata sambharabhudhara, yang artinya “gunungan” dimana pada lereng-lerengnya terdapat teras-teras. Secara etimologi Borobudur berasal dari ucapan “para Budha” yang karena pergeseran bunyi menjadi Borobudur. Penjelasan lain menyatakan bahwa Borobudur berasal dari kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara berarti kompleks Candi atau Biara, sedangkan beduhur berarti tinggi. Candi Borobudur dibangun oleh raja dari Dinasti Syailendra pada tahun 824 M. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aiaz Rajasa dalam buku Candi Borobudur, Candi Pawon & Candi Mendut (2007), yang menyatakan bahwa: “Candi Borobudur dibangun pada abad ke–8 Masehi. Adapun  Dinasti yang membangunnya adalah Dinasti Syailendra yang menganut agama Budha Mahayana.”
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Waktu yang diperlukan untuk pembuatannya diperkirakan setengah abad.
Tidak ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9.
Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75-100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Terdapat kesimpangsiuran fakta mengenai apakah raja yang berkuasa di Jawa kala itu beragama Hindu atau Buddha. Wangsa Syailendra diketahui sebagai penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat, akan tetapi melalui temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa mereka mungkin awalnya beragama Hindu Siwa. Pada kurun waktu itulah dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di Dataran Kedu. Berdasarkan Prasasti Canggal, pada tahun 732 M, raja beragama Siwa Sanjaya memerintahkan pembangunan bangunan suci Shiwalingga yang dibangun di perbukitan Gunung Wukir, letaknya hanya 10 km (6.2 mil) sebelah timur dari Borobudur. Candi Buddha Borobudur dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun demikian Borobudur diperkirakan sudah rampung sekitar 825 M, dua puluh lima tahun lebih awal sebelum dimulainya pembangunan candi Siwa Prambanan sekitar tahun 850 M.
Gambar 1.2 Patung Candi Borobudur
Pembangunan candi-candi Buddha (termasuk Borobudur) saat itu dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi. Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja 


menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan pada masa itu (wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa Sanjaya yang memuja Siwa) yang kemudian wangsa Sanjaya memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko. Ketidakjelasan juga timbul mengenai candi Lara Jonggrang di Prambanan, candi megah yang dipercaya dibangun oleh sang pemenang Rakai Pikatan sebagai jawaban wangsa Sanjaya untuk menyaingi kemegahan Borobudur milik wangsa Syailendra, akan tetapi banyak pihak percaya bahwa terdapat suasana toleransi dan kebersamaan yang penuh kedamaian antara kedua wangsa ini yaitu pihak Syailendra juga terlibat dalam pembangunan Candi Siwa di Prambanan.
Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:

1)   Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.

2)   Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.

Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief 
1)   Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu.
2)    
3)   Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki.

2.1.2   Lokasi Candi Borobudur
Candi Borobudur didirikan diatas sebuah bukit pada ketinggian 265,4 m diatas pemukaan laut atau berada kurang lebih 15 m diatas daratan disekitarnya. Candi Borobudur terletak di desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, kurang lebih 41 km dari Yogyakarta, dan 80 km dari Kota Semarang, Ibu Kota Jawa Tengah. Candi Borobudur juga dikelilingin oleh pegunungan Manoreh disisi selatan, Gunung Merapi dan Gunung Merbabu disisi timur, serta Gunung Sumbing dan Gunung Sindiro disisi barat laut. Di sebelah timur Candi Borobudur juga terdapat sungai Proyo dan sungai Elo.

2.1.3   Deskripsi Bangunan Candi Borobudur
Candi  Borobudur didirikan pada sebuah bukit seluas 7,8 ha pada ketinggian 265,4 m diatas permukaan laut atau berada kurang lebih 15 m diatas bukit disekitarnya. Untuk menyesuaikan dengan profil candi yang akan dibangun, bukit diuruk dengan ketebalan bervariasi antara 0,5 m–8,5 m. Bentang (ukuran) candi yang diurug dari dinding terluar adalah 121,7 m x 121,4 m dengan tinggi bangunan yang masih tersisa 35,4 m dari tanah halaman.
Denah candi menyerupai bujur sangkar dengan 36 sudut pada dinding teras 1, 2, dan 3 tersusun dari batu andesit denga sistem dry masory (tanpa perekat) diperkirakan mencapai 55.000 m3 atau 2.000.000 blok batu. Untuk memperkuat konstruksi dipergunakan sambungan batu tipe ekor burung ke arah horizontal, sedangkan untuk arah vertikal dengan sistem getakan.
Pada masing-masing tingkat dan penjuru mata angin terdapat pintu gerbang atau tangga. Pintu utama ada disebelah timur. Bangunan candi Borobudur berbentuk limas berundak dan apabila dilihat dari atas merupakan suatu bujur sangkar. Tidak ada ruangan dimana orang bisa masuk, melainkan hanya bisa naik sampai terasnya.
Pada bagian puncak Candi Borobudur terdapat stupa. Stupa merupakan tempat menguburkan jenazah Budha. Hal ini sesuai dengan pernyataan Karso dalam buku Ilmu Pengetahuan Sosial Jilid 1 Kelas SLTP (1995), yang menyatakan bahwa: “Stupa adalah tempat menguburkan jenazah Budha. Akan tetapi, bentuknya tidak seperti stupa di India, melainkan berbentuk punden berundak, yaitu bangunan suci nenek moyang Indonesia pada zaman megalitikum.”
Secara keseluruhan bangunan Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat atau lantai yang masing-masing tingkat mempunyai maksud tersendiri. Candi Borobudur tersusun atas tiga bagian, yaitu bagian bawah, tubuh, dan puncak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Madhori dalam buku Candi Borobudur Sepanjang Masa, yang menyatakan bahwa: ”Sebagai sebuah bangunan, Candi Borobudur dapat dibagi atas tiga kaki atau bagian bawah, tubuh atau bagian pusat, dan puncak.”
Pembagian menjadi tiga tersebut sesuai dengan tiga lambang atau tingkat dalam susunan ajaran Budha yaitu, Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupudhatu yang masing-masing mempunyai pengertian, yaitu sebagai berikut:
1)    Khamadhatu
Sama dengan alam bawah atau dunia hasrat. Dalam dunia ini manusia terikat pada hasrat dan bahkan dikuasai oleh hasrat dan kemauan atau nafsu. Dalam dunia ini digambarkan pada relief yang terdapat di kaki Candi asli dimana relief tersebut menggambarkan adegan dari kitab Karma Wibangga yaitu naskah yang menggambarkan ajaran sebab akibat, serta perbuatan yang baik dan jahat.
2)    Rupadhatu
Sama dengan dunia antara atau dunia rupa, bentuk, atau wujud. Dalam dunia ini manusia telah meninggalkan segala hasrat, nafsu tetapi masih terikat pada nama dan 
rupa, wujud, bentuk. Bagian ini terdapat pada tingkat 1–5 yang berbentuk bujur sangkar.
1)    Arupadhatu
Sama dengan alam atas atau dunia tanpa rupa, wujud, bentuk. Pada tingkat ini manusia telas bebas sama sekali dan telah memutuskan untuk selama–lamanya segala ikatan kepada dunia fana. Pada tingkat ini tidak ada rupa. Bagian ini terdapat pada teras bundar I, II, dan III beserta stupa induknya.

Gambar 1.3 Bentuk Bangunan Candi Borobudur
Uraian bangunan secara teknis dapat dirinci sebagai berikut :
Lebar dasar                 :  123 m x 123 m
Tinggi bangunan   :  35,4  m (setelah restorasi)
Jumlah batu                 :  2.000.000 blok batu
Jumlah stupa               :  1 stupa induk dan 72 stupa berterawang
Tinggi stupa induk      :  7 m

Tinggi patung Budha
  :  1,5 m
Jumlah patung Budha :  504 buah



2.2    Objek Wisata Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks di Keraton tersebut digunakan sebagai museum. Berikut pembahasan tentang sejarah, lokasi, dan deskripsi bangunan Keraton Yogyakarta.

2.2.1  

Gambar 1.4 Keraton Yogyakarta
Sejarah Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 Masehi (beberapa bulan setelah Perjanjian Giyanti yang dilaksanakan pada 13 Februari 1755) atau tahun Jawa 1682 oleh Pangeran Mangkubumi Sukowati yang memiliki gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta yang ada saat ini, Sri Sultan Hamengku Buwono I atau Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalogo Ngabdulrahman Sayidin Panotogomo Kalifatullah tinggal di 
Ambar Ketawang Gamping, Sleman. Lima kilometer di sebelah barat Keraton Yogyakarta.
Pada awalnya ada beberapa versi, Keraton Yogyakarta adalah bekas pesanggrahan yang bernama Garjitawati. Fungsi Pesanggrahan adalah tempat peristirahatan iringan–iringan jenazah raja–raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Makam Imogiri. Sedangkan versi lain menyebutkan bahwa lokasi Keraton Yogyakarta adalah sebuah mata air yang bernama Umbul Pacethokan, terletak di tengah hutan Beringin.
Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.

2.2.1   Lokasi Keraton Yogyakarta
Kraton Yogyakarta berlokasi di Jalan Rotowijayan 1, Daerah Istimewa Yogyakarta, 55133, Indonesia. Kraton Yogyakarta berada di sekitar 7  lintang selatan dan 110lintang utara. Kraton Yogyakarta berada pada koordinat 7°48'23.6" lintang selatan dan 110°21'50.6" lintang utara. Kraton Yogyakarta diapit oleh dua alun-alun yaitu Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan. Masing-masing alun-alun berukuran kurang lebih 100 x 100 meter. 
2.2.1   Deskripsi Bangunan Keraton Yogyakarta

Gambar 1.5 Koridor di Kedhaton Keraton Yogyakarta
Bagian-bagian utama Kraton Yogyakarta dari utara ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan, kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara) dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan), Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler, Kompleks Kemandhungan Ler, kompleks sri Manganti, Kompleks Kedhaton, Kompleks Kemagangan, Kompleks Kamardhungan Kidul, Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang disebut Sasana Hinggil), serta Alun-alun Kidul (Lapangan selatan) dan Plengkung Nirbaya yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatan simetris. Sebagian besar bangunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton jugta memiliki bagian yang lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan, Kompleks Keraton kilen, Kompleks taman Sari, dan Kompleks Istana Putera Mahkota mula-mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen. Di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan Keraton antara lain Tugu Pal Putih, Gedhong Krapyak, Dalem Kepatihan 9 istana Perdana Menteri dan Pasar Beringharjo.
Secara umum setiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal.
Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas. Bangunan-bangunan Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa tradisional. Di beberapa bagian tertentu terlihat sentuhan dari udaya asing seperri Portugis, Belanda, bahkan Cina. Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan betiang 
bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi.
Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang disebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning, hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal Manguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah, Muhammad dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen warna emas. Warna putih mendominasi dinding dengan bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.
Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantng pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.


2.2    Objek Wisata Goa Jatijajar
Gua Jatijajar adalah sebuah tempat wisata berupa gua alam yang terletak di desa Jatijajar, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Gua ini terbentuk dari batu kapur. Berikut pembahasan tentang sejarah, 
lokasi, dan deskripsi bangunan Gua Jatijajar.

Gambar 1.6 Gua Jatijajar

2.2.1   Sejarah Gua Jatijajar
Gua Jatijajar ditemukan seorang petani yang memiliki tanah di atas Gua tersebut yang bernama K. Jayamenawi pada tahun 1802, diberi nama Jatijajar karena waktu ditemukan dimuka pintu goa dahulu ada dua pohon jati yang sedang tumbuh sejajar. Pada suatu ketika Jayamenawi sedang mengambil rumput, kemudian jatuh kesebuah lobang, ternyata lobang itu adalah sebuah lobang ventilasi yang ada di langit-langit Gua tersebut. Lobang ini mempunyai garis tengah 4 meter dan tinggi dari tanah yang berada dibawahnya 24 meter.
Pada mulanya pintu-pintu Gua masih tertutup oleh tanah. Maka setelah tanah yang menutupi dibongkar dan dibuang, ketemulah pintu Gua yang sekarang untuk masuk. Karena di muka pintu Gua ada 2 pohon jati yang besar tumbuh sejajar, maka gua tersebut diberi nama Gua Jatijajar
Sebelum Gua Jatijajar dikembangkan menjadi objek wisata, Gua Jatijajar dimanfaatkan untuk bersemedi, mandi, serta untuk mengambil air untuk dibawa pulang.
Sungai atau sendang dibawah  tanah di Gua Jatijajar yaitu sungai Pusar Bumi dan Jombor yang tampaknya masih alami dan gelap, serta memiliki mitos dapat digunakan untuk berbagai macam tujuan menurut kepercayaan masing-masing. Sungai mawar mitosnya jika air digunakan untuk mandi atau sekedar mencuci muka, maka bisa awet muda. Sungai kantil, jika airnya digunakan untuk mencuci muka maka cita-citanya akan mudah tercapai.
Pada masa penjajahan Belanda, Gua Jatijajar digunakan sebagai  tempat rekreasi yang dibuktikan dengan tulisan-tulisan nama pengunjung orang Belanda di dinding-dinding goa. Sedangkan pada masa penjajahan Jepang, Gua Jatijajar digunakan untuk pertambangan batu Fosfat.
Pada tahun 1975 Gua Jatijajar mulai dibangun dan dikembangkan menjadi Objek Wisata. Adapun yang mempunyai ide untuk mengembangkan atau membangun Gua Jatijajar yaitu Bapak Suparjo Rustam sewaktu menjadi Gubernur Jawa Tengah. Sedang pada waktu itu yang menjadi Bupati Kebumen adalah Bapak Supeno Suryodiprojo.
Untuk melancarkan dan melaksanakan pengembangan Gua Jatijajar ditunjuk langsung oleh Bapak Suparjo Rustam cv.AIS dari Yogyakarta, sebagai pimpinan dari cv.AIS adalah Bapak Saptoto, seorang seniman deorama yang terkenal di Indonesia. Sebelum Pemda Kebumen melaksanakan pembagunan Gua Jatijajar, terlebih dahulu 
Pemda Kebumen telah mengganti rugi tanah penduduk yang terkena lokasi pembangunan Objek Wisata Gua Jatijajar Seluas 5,5 hektar.
Setelah Gua Jatijajar dibangun maka pengelolanya dikelola oleh Pemda Kebumen. Sejak Gua Jatijajar dibangun, di dalam Gua Jatijajar sudah ditambah dengan bangunan-bangunan seni antara lain: pemasangan lampu listrik sebagai penerangan, trap-trap beton untuk memberikan kemudahan bagi para wisatawan yang masuk ke dalam Gua Jatijajar serta pemasangan patung-patung atau diorama.

2.2.1   Lokasi Gua Jatijajar
Lokasi wisata Gua Jatijajar terletak 21 Km sebelah barat daya kecamatan Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Perlu diketahui bahwa pada zaman dahulu sebagian dari wilayah kabupatem Kebumen adalah termasuk ke wilayah Kadipaten Pasir Luhur yang merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Padjajaran, pusat pemerintahannya di Bogar (Batu Tulis), Jawa Barat. Untuk menuju ke objek wisata ini telah tersedia sarana dan prasarana transportasi, penginapan serta rumah makan yang relative representatif.

2.2.2   Deskripsi Bangunan Gua Jatijajar
Gua Jatijajar mempunyai panjang  dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang 250 m. lebar rata-rata 15 m dan tinggi rata-rata 12 m. Sedangkan ketebalan langit-langit rata-rata 10 m dan ketinggian permukaan laut 50 m.
Di dalam Gua Jatijajar banyak terdapat Stalagmit dan juga Pilar atau Tiang Kapur, yaitu pertemuan antara Stalagtit dengan Stalagmit. Kesemuanya ini terbentuk dari endapan tetesan air hujan yang sudah bereaksi dengan batu-batu kapur yang ditembusnya. Menurut penelitian para ahli, untuk pembentukan Stalagtit itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Dalam satu tahun terbentuknya Stalagtit paling tebal hanya setebal 1 (satu) cm saja. Oleh sebab itu Gua Jatijajar merupakan gua Kapur yang sudah tua sekali.
Beberapa faktor alam yang mengakibatkan terjadinya gua–gua di daerah kapur di antaranya:
Gambar 1.7 Patung Dinosaurus Gua Jatijajar
1)   Karena adanya aliran sungai di bawah tanah;
2)   Karena tekanan endogen dari dalam bumi; dan
1)   Karena abrasi air laut (hal ini terjadi khusus pada gua pantai).

Gambar 1.8 Diorama Gua Jatijajar
Batu-batuan yang ada di Gua Jatijajar merupakan batuan yang sudah tua sekali. Karena umur yang sudah tua sekali itu, maka di muka Gua Jatijajar dibangun sebuah patung Binatang Purba Dinosaurus sebagai simbol dari Objek Wisata Gua Jatijajar, dari mulut patung itu keluar air dari Sendang Kantil dan sendang Mawar, yang sepanjang tahun belum pernah kering. Sedangkan air yang keluar dari patung Dinosaurus tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai pengairan sawah desa Jatijajar dan sekitarnya.

Diorama yang di pasang dan dalam Gua Jatijajar ada 8 (delapan) diorama, yang patung-patungnya ada 32 buah. Keseluruhannya mengisahkan cerita Legenda dari "Raden Kamandaka - Lutung Kasarung". Adapun kaitannya dengan Gua Jatijajar ialah, dahulu kala Gua Jatijajar pernah digunakan untuk bertapa oleh Raden Kamandaka Putera Mahkota dari Kerajaan Pajajaran, yang bernama aslinya Banyak Cokro atau Banyak Cakra.
Perlu diketahui bahwa zaman dahulu sebagian dari wilayah Kabupaten Kebumen, adalah termasuk wilayah kekuasaan Pajajaran, yang pusat pemerintahannya di Bogor (Batutulis) Jawa Barat.
Adapun batasnya yaitu Kali Lukulo dari Kabupaten Kebumen sebelah Timur Kali Lukulo masuk ke wilayah Kerajaan Mojopahit, sedangkan sebelah barat Kali Lukulo masuk wilayah Kerajaan Pajajaran. Sedangkan cerita itu terjadinya di kabupaten Pasir Luhur, yaitu daerah Baturaden atau Purwokerto pada abad ke-14. Namun keseluruhan dioramanya dipasang di dalam Gua Jatijajar.
Di dalam Gua Jatijajar terdapat tujuh sungai atau sendang, tetapi yang dapat dicapai dengan mudah hanya empat sungai yaitu: Sungai Puser Bumi, Sungai Jombor, Sungai Mawar, dan Sungai Kantil.
Tiap-tiap sungai atau sendang mempunyai mitos, yaitu untuk sungai Puser Bumi dan Jombor, konon airnya mempunyai khasiat dapat digunakan untuk segala macam tujuan menurut kepercayaan masing-masing. Sedangkan sungai Mawar, konon artinya jika untuk mandi atau cuci muka, mempunyai khasiat awet muda. Kemudian sungai 
Kantil, jika airnya untuk mandi atau cuci muka maka niatnya atau cita-citanya mudah tercapai. Pada saat ini yang telah di bangun baru Sendang Mawar dan Sendang Kantil, sedangkan  Sendang Puser Bumi dan Sendang Jombor masih alami.
Berikut adalah data–data Gua Jatijajar :
Gambar 1.8 Obyek Wisata Gua Jatijajar
Letak                   : Desa Jatijajar, Kabupaten Kebumen                           
Jarak                     : 42 Km dari kota kebumen
Lokasi                  : 5.5 Ha
Keadaan Tanah    : tanah kapur atau Kars
Ketinggian           : 50 m diatas permukaan laut
Panjang Goa         : 250 m
Lebar rata-rata      : 15 m
Tinggi rata-rata     : 12 m
Kedalaman           : 40 m
Suhu udara           : 20 - 32 0C
Kelembaban         : 60 %
Jenis Batuan    : batu kapur, fosfat, cadas, dan batu kaisit




BAB III
PENUTUP


3.1    Simpulan
Yogyakarta memiliki objek-objek wisata yang menarik untuk ditelusuri dan  juga memiliki ciri khas dan daya tarik yang berbeda-beda. Namun, semua kelebihan itu tidak luput dari kekurangan, meskipun semua kekurangan tersebut mampu ditutupi oleh kelebihan yang dimiliki objek tersebut.
Candi Borobudur merupakan warisan budaya yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Candi ini terletak di desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini terkenal karena arsitektur bangunannya yang megah dan mencirikan agama Buddha. Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 M.
Keraton Yogyakarta dibangun pada tahun 1756 Masehi (beberapa bulan setelah Perjanjian Giyanti yang dilaksanakan pada 13 Februari 1755) atau tahun Jawa 1682 oleh Pangeran Mangkubumi Sukowati yang memiliki gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Bangunan Keraton membentang dari utara ke selatan. Halaman depan dari Keraton disebut alun-alun utara dan halaman belakang disebut alun-alun selatan. Desain bangunan ini menunjukkan bahwa Keraton, Tugu dan Gunung Merapi berada dalam satu garis/poros yang dipercaya sebagai hal yang keramat.
Gua Jatijajar ditemukan oleh K. Jayamenawi pada tahun 1802. Goa Jatijajar    mempunyai panjang  dari pintu masuk ke pintu keluar sepanjang 250 m. lebar rata-rata 15 m dan tinggi rata-rata 12 m. Sedangkan ketebalan langit-langit rata-rata 10 m. Gua Jatijajar terletak di Kebumen, Jawa Tengah.


3.2    Saran-saran
Berdasarkan hasil kunjungan dan pengamatan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa objek wisata yang ada di wilayah Yogyakarta seperti Candi Borobudur perlu dikembangkan dan dilestarikan. Banyak candi–candi yang berada di wilayah tersebut rusak. Oleh karena itu, sebaiknya proses perenovasian segera dilakukan. 
Candi Borobudur walaupun keadaan bangunannya lebih terlihat kokoh, namun bila dilihat secara spesifik banyak sekali bagian bagian candi yang tidak pada tempatnya, sebaiknya dilakukan perbaikan kembali terhadap candi–candi yang runtuh.
Keraton Yogyakarta juga merupakan salah satu objek wisata yang menarik dan unik tetapi tidak banyak kegiatan tradisional yang diperlihatkan didalam Keraton tersebut sehingga menimbulkan kesan bosan, sebaiknya lebih diperlihatkan lagi mengenai kegiatan-kegiatan dalam Keraton agar lebih menonjol, sehingga pengunjung lebih mengerti dan paham tentang kegiatan yang ada didalam Keraton tersebut.
Sementara itu Gua Jatijajar tidak terdapat kerusakan dan keruntuhan pada dinding dan sekitar Gua. Akan tetapi, tingkat kebersihan dan keamanan di Gua Jatijajar sangatlah kurang. Jadi, mohon untuk ditingkatkan kebersihan dan keamanan pada objek wisata tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Badudu J.S. dan Sultan Moh. Zain 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka  Sinar Harapan.
Fais, Ali. 2003. IPS 2 Kelas 4 SD. Klaten: Intan Pariwara
Karso. 1995. Ilmu Pengetahuan Sosial Jilid 1 Kelas 1 SLTP. Bandung: Angkasa.
Madhori. Candi Borobudur Sepanjang Masa. Jawa Tengah: PT Taman Wisata Candi.
Rajasa, Aiaz. 2007. Candi Borobudur Candi Pawon & Candi Mendut. Percetakan Kupu.
Unit Taman Wisata Candi Prambanan. Kompleks Percandian Prambanan (Loro Jonggrang) dan candi – candi sekitarnya. Tlogo Prambanan: PT Taman Wisata Candi.
Candi Borobudur. Tlogo Prambanan: PT Taman Wisata Candi.
Rusmin. 1991. Goa Jatijajar. Kebumen: Dinas Perhubungan dan Kepariwisataan
Staf Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1989. Ensiklopedia Nasional Indonesia.
         Jakarta: Cipta Adi Pustaka
Syukur, Abdul. 2005. Ensiklopedia Umum Untuk Pelajar. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve
Wardiyatmoko, K. 2004. Biografi SMA Kelas 1. Jakarta: Erlangga

Sumber Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Borobudur, halaman ini terakhir diubah pada 12.15, 18 Januari 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat, halaman ini terakhir diubah pada 12.27, 18 Januari 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Gua_Jatijajar, halaman ini terakhir diubah pada 12.43, 18 Januari 2014.

1 comment:

  1. titanium cost calculator - TITNIA STOCK - ITIAN BIEN BANK
    TITNIA STOCK is an open world, innovative ford titanium ecosport and modern micro hair trimmer casino product. It's remmington titanium the most complete casino games. babylisspro nano titanium There are titanium glasses over 100 different

    ReplyDelete